Powered By Blogger

Minggu, 08 Mei 2011

PERDAGANGAN BEBAS

Oleh:
NAMA : I Made Juliadi Supadi.S.Pd

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan bebas sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi masalah dalam kajian ini adalah untuk mengetahui:
• Sejarah Pasar Bebas
• Pro-Kontra Perdagangan Bebas
• Menggugat Mitos-Mitos Neoliberalisme Tentang Pasar Bebas
• Antiglobalisasi
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan kaian ini dapat di bagi dua yaitu : (1) tujuan umum; dan (2) tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perdagangan internasional.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:
• Sejarah Pasar Bebas
• Pro-Kontra Perdagangan Bebas
• Menggugat Mitos-Mitos Neoliberalisme Tentang Pasar Bebas
• Antiglobalisasi


1.4 Manfaat Penelitian

Setiap langkah atau kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai manfaat. Begitu pula dengan penelitian ini diharapkan dapat berfungsi bagi pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang Perdagangan Bebas.



1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Melihat judul kajian ini yang berbunyi: Perdagangan Internasional, maka rumusan masalah ini terbatas pada masalah Perdagangan Internasional saja yang meliputi:
• Sejarah Pasar Bebas
• Pro-Kontra Perdagangan Bebas
• Menggugat Mitos-Mitos Neoliberalisme Tentang Pasar Bebas
• Antiglobalisasi

BAB II
PERDAGANGAN BEBAS

2.1 Sejarah Pasar Bebas
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionisme, komunisme dan kebijakan lainnya sepanjang abad.

2.2 Pro-kontra perdagangan bebas
Banyak ekonom yang berpendapat bahwa perdagangan bebas meningkatkan standar hidup melalui teori keuntungan komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial. Sebaliknya pula, perdagangan bebas juga dianggap merugikan negara maju karena ia menyebabkan pekerjaan dari negara maju berpindah ke negara lain dan juga menimbulkan perlombaan serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Perdagangan bebas dianggap mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti memperkecil kemungkinan perang.
2.3 Menggugat Mitos-mitos Neoliberalisme tentang Pasar Bebas
Neoliberalisme sebagai perwujudan baru paham liberalisme saat ini dapat dikatakan telah menguasai sistem perekonomian dunia. Paham liberalisme dipelopori oleh ekonom asal Inggris Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Sistem ini sempat menjadi dasar bagi ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dari periode 1800-an hingga masa kejatuhannya pada periode krisis besar (Great Depression) di tahun 1930. Sistem ekonomi yang menekankan pada penghapusan intervensi pemerintah ini mengalami kegagalan untuk mengatasi krisis ekonomi besar-besaran yang terjadi saat itu.
Selanjutnya sistem liberal digantikan oleh gagasan-gagasan dari John Maynard Keynes yang digunakan oleh Presiden Roosevelt dalam kebijakan New Deal. Kebijakan itu ternyata terbukti sukses karena mampu membawa negara selamat dari bencana krisis ekonomi. Inti dari gagasannya menyebutkan tentang penggunaan full employment yang dijabarkan sebagai besarnya peranan buruh dalam pengembangan kapitalisme dan pentingnya peran serta pemerintah dan bank sentral dalam menciptakan lapangan kerja. Kebijakan ini mampu menggeser paham liberalisme untuk beberapa saat sampai munculnya kembali krisis kapitalisme yang berakibat semakin berkurangnya tingkat profit dan menguatnya perusahaan-perusahaan transnasional atau Trans Nasional Corporation/Multi Nasional Corporation (TNC/MNC).
Menguatnya kekuatan modal dan politik perusahaan-perusahaan transnasional (TNC/MNC) yang banyak muncul di negara-negara maju makin meningkatkan tekanan untuk mengurangi berbagai bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian karena hal itu akan berpengaruh pada berkurangnya keuntungan yang mereka terima. Melalui kebijakan politik negara-negara maju dan institusi moneter seperti IMF, Bank Dunia dan WTO, mereka mampu memaksakan penggunaan kembali paham liberalisme gaya baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan paham neo-liberalisme.


2.3.1 Paham Neoliberalisme
Secara garis besar Mansour Fakih (2003) menjelaskan pendirian paham neoliberalisme:
1. biarkan pasar bekerja tanpa distorsi (unregulated market is the best way to increase economic growth), keyakinan ini berakibat bahwa perusahaan swasta harus bebas dari intervensi pemerintah, apapun akibat sosial yang dihasilkan.
2. kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak perlu seperti subsidi untuk pelayanan sosial seperti anggaran pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial lainnya.
3. perlu diterapkan deregulasi ekonomi, mereka percaya bahwa regulasi selalu mengurangi keuntungan, termasuk regulasi mengenai AMDAL, keselamatan kerja dan sebagainya.
4. privatisasikan semua badan usaha negara. Privatisasi ini termasuk juga perusahaan-perusahaan strategis yang melayaani kepentignan rakyat banyak seperti PLN, Sekolah dan Rumah Sakit. Hal ini akan mengakibatkan konsentrasi kapital di tangan sedikit orang dan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal atas kebutuhan dasar mereka.
5. masukkan gagasan seperti “barang-barang publik”, “gotong-royong” serta berbagai keyakinan solidaritas sosial yang hidup di masyarakat ke dalam peti es dan selanjutnya digantikan dengan gagasan “tanggung jawab individual”. Masing-masing orang akan bertanggung jawab terhadap kebutuhan mereka sendiri-sendiri. Golongan paling miskin di masyarakat akan menjadi korban gagasan ini karena merekalah yang paling kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
2.3.2 Mitos
Dalam rangka memantapkan kebijakan neo-liberalisme, para pendukungnya secara gencar mengampanyekan mitos-mitos berkaitan dengan neo-liberalisme dan lebih lanjut tentang pasar bebas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mansour Fakih (2003) bahwa mitos-mitos itu diantaranya adalah :
1. perdagangan bebas akan menjamin pangan murah dan kelaparan tidak akan terjadi. Kenyataan yang terjadi bahwa perdagangan bebas justru meningkatkan harga pangan.
2. WTO dan TNC akan memproduksi pangan yang aman. Kenyataannya dengan penggunaan pestisida secara berlebih dan pangan hasil rekayasa genetik justru membahayakan kesehatan manusia dan juga keseimbangan ekologis.
3. kaum permpuan akan diuntungkan dengan pasar bebas pangan. Kenyataannya, perempuan petani semakin tersingkir baik sebagai produsen maupun konsumen.
4. bahwa paten dan hak kekayaan intelektual akan melindungi inovasi dan pengetahuan. Kenyataannya, paten justru memperlambat alih teknologi dan membuat teknologi menjadi mahal.
5. perdagangan bebas di bidang pangan akan menguntungkan konsumen karena harga murah dan banyak pilihan. Kenyataannya justru hal itu mengancam ketahanan pangan di negara-negara dunia ketiga.
Akibat dari gagasan-gagasan yang selanjutnya diterapkan menjadi kebijakan ini dapat kita perhatikan pada kehidupan di negeri ini. Bagaimana rakyat menjerit akibat kenaikan harga-harga seiring dengan ketetapan pemerintah mencabut subsidi BBM. PHK massal mewabah karena efisiensi perusahaan akibat meningkatnya beban biaya produksi. Mahalnya harga obat karena paten dan hak cipta yang membuat rakyat makin sulit mendapatkannya. Mahalnya biaya perawatan rumah sakit karena swastanisasi. Makin tercekiknya kesejahteraan petani akibat kebijakan impor beras dan diperburuk dengan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan pembasmi hama. Masih banyak contoh yang dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita.
Akibat dalam skala lebih luas menurut Yanuar Nugroho (2005) ternyata perekonomian dunia saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup 800 juta dari 6.5 miliar manusia. Itupun ia sudah mengonsumsi 80 persen dari semua sumber daya bumi yang tersedia. Jika cara ini diteruskan, sumber daya bumi ini akan segera terkuras habis. Globalisasi dan pasar bebas memang membawa kesejahteraan dan pertumbuhan, namun hanya bagi segelintir orang karena sebagian besar dunia ini tetap menderita. Ketika budaya lokal makin hilang akibat gaya hidup global, tiga perempat penghuni bumi ini harus hidup dengan kurang dari dua dollar sehari. Satu miliar orang harus tidur sembari kelaparan setiap malam. Satu setengah miliar penduduk bola dunia ini tidak bisa mendapatkan segelas air bersih setiap hari. Satu ibu mati saat melahirkan setiap menit.
2.4 Antiglobalisasi
Perlawanan di seluruh dunia sudah mulai berlangsung. Ketiga institusi keuangan dunia yang dianggap sebagai alat kaum neo-liberal terus menerus ditekan. Ketiganya yaitu WTO, IMF dan Bank Dunia selalu mendapat demonstrasai besar-besaran di setiap pertemuan yang dilakukan.
Perlawanan dalam skala besar pertama berlangsung pada pertemua WTO di Seattle, AS. Berbagai gerakan sosial dari penjuru dunia berbondong-bondong memadati kota Seattle. Mereka melakukan demo besar-besaran untuk menghentikan pertemuan tersebut. Mereka berasal dari berbagai kalangan seperti kelompok lingkungan, kelompok perempuan, aktivis buruh, petani dan berbagai kelompok sosialis. Maraknya aksi yang mereka lakukan membuat pertemuan itu gagal menyelesaikan agenda yang seharusnya dibahas.
Perlawanan selanjutnya terus menerus berlangsung mengiringi setiap pertemuan WTO. Demo juga kerap kali berlangsung di depan kantor Bank Dunia dan IMF. Bahkan yang paling fenomenal adalah tewasnya seorang petani asal Korea Selatan yang menghunjamkan tubuhnya pada barikade pasukan anti huru-hara pada pertemuan WTO di Cancun, Meksiko (Jhamtani,2005). Pertemuan WTO di Hongkong baru-baru ini juga mengundang aksi demonstrasi yang tak kalah besarnya.
Pada akhirnya karena situasi ekonomi global yang dikuasai paham neo-liberalisme saat ini ternyata penuh dengan mitos-mitos palsu, kita harus lebih bisa bersikap kritis terhadapnya. Dengan penguasaan teknologi informasi dan jaringan media global oleh perusahaan perusahaan raksasa internasional, akan mudah sekali bagi mereka untuk menyusupkan kembali mitos-mitos tersebut di benak kita. Untuk itu diperlukan kewaspadaan lebih dan sikap kritis yang didukung dengan informasi yang kaya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran
Dari urain yang telah penulis paparkan diatas dapat simpulan sebagai berikut:
Sistim perdagangan bebas meminta setiap negara membuka akses yang adil dan tidak diskriminatif terhadap satu sama lain. Akses terbuka ini menjadi tertutup jika terjadi ketimpangan teknologi dan informasi perdagangan sehingga dunia usaha negara berkembang seperti Indonesia menjadi dirugikan.Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dan daya beli yang terus meningkat sehingga menghasilkan potensi pasar yang sangat besar dan menarik minat pelaku usaha di luar negeri untuk masuk..Untuk itu pemerintah perlu mendorong produksi dalam negeri yang berkualitas dan kompetitif dengan komoditi luar negeri demi keberlanjutan produksi di dalam negeri.
Sekian penulis dapat uraikan tentang kajian Perdagangan bebas, apabila ada uraian yang tidak berkenan mohon kritik dan sarannya, agar kajian ini bisa menjadi lebih baik, terimakasi.









KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah-Nya, maka penulis dapat kesempatan menulis tugas yang diberikan untuk memenuhi syarat saya sebagai mahasiswa dalam mata kuliah di Universitas Tabanan.
Penulis dapat menguraikan tugas ini sesuai dengan paparan yang telah disampaikan bapak dosen pada kami selaku mahasiswa, untuk itu penulis ucapkan terimakasi. Penulis merasa tugas ini belum sempurna tanpa adanya koreksi dari bapak dosen. Karena keterbatasan penulis, tulisan ini sangat terbatas sesuai kemampuan penulis untuk itu harap dimaklumi. Sekian terimakasi.







Denpasar,......,......2011


Penulis


DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 2003.”Bebas dari Neoliberalisme”.Insist Pers. Yogyakarta
Jhamtani, Hira. 2005.”WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga” Insist Pers. Yogyakarta
Nugoho, Yanuar. 2005. ”Bisnis Pun Ada di Simpang Jalan”. Opini, Kompas 22 September 2005
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0509/22/opini/2068215.htm)

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.1 Rumusan Masalah 1
1.2 Tujuan Penelitian 2
1.2.1 Tujuan Umum 2
1.2.2 Tujuan Khusus 2
1.3 Manfaat Hasil Penelitian 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian 2
BAB II PERDAGANGAN BEBAS 4
2.1 Sejarah Pasar Bebas 4
2.2 Pro-Kontra Perdagangan Bebas 5
2.3 Menggugat Mitos-Mitos Neoliberalisme Tentang Pasar Bebas 5
2.3.1 Paham Neoliberalisme 7
2..3.2 Mitos 8
2.4 Antiglobalisasi 9
BAB III 11
3.1 Simpulan Dan Saran-Saran 11
DAFTAR PUSTAKA

Kamis, 05 Mei 2011

Puisi Bali

PAMARGI SANE NENTEN MAGUNA


Nyesel nenten maguna
Ngatonang suratan lima
Sane nenten pedas
Krana hidup puniki pajalan karma

Wantah makeneh, ngawirasayang
Nenten mlaksana.....
Pastiaka nenten prasida
Manggehang tatujon urip ring mercapada

Napi malih nenten makarya
Ulap ken brana....
Ulap teken sakacan arta sasana
Pastika urip ten maguna

Pajalan uyang…..
Nenten mapineh, ngulat sarira
Stata mamarga tanpa keneh wirasa
Pasti taler pacang nenten maguna
Ring Kayun Hyang Kuasa


Olih:
J-SADI-I-MD










SASTRA MAUTAMA
Sadurung sang surya endag
Sabilang semeng nyantos saniscara
Manabdabang raga jagi kasekolah
Ngulati paplajahan mangda wikan teken satra
Wikan ring sajeroning kauripan
Ngamargiang suadarma ring kauripan

Duaning….
Tanpa sastra sejroning palajahan
Pastika nenten tatas indik kauripan
Ngamargiang sajeroning suadarman
Tata susila kaagamaan
Patut kauningin

Tan bina kadi sang surya lan bulan
Sahananing sastra mautama
Nyuryanin sakancan genah
Ngewetuang galang manah liang
Sebet hilang ati girang
Ngamargiang suadarma dados sisia


Olih: J-S.Pd-I-MD

Revitalisasi dan Aktualisasi 'Tri Kaya Parisuda'

Pengantar:
Pada tingkat grassroot, degradasi moral dan mental justru tidak banyak terjadi. Dengan perkataan lain, konsep Tri Kaya Parisuda masih dipegang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun bila tidak dicermati, degradasi pada kalangan ini pun dapat terjadi, mengingat upaya fundamental dalam membangun kembali budi pekerti belum terlihat secara nyata. Untuk mencegah terjadinya kemungkinan tersebut, Tri Kaya Parisuda perlu diangkat kembali untuk dijadikan pegangan, setelah diperkaya dengan semacam proses revitalisasi dan aktualisasi. Degradasi moral dan mental justru lebih banyak terjadi pada kalangan elite, termasuk kelompok yang dekat serta ber-KKN dengan kekuasaan.

Tri Kaya Parisuda merupakan salah satu konsep yang mempunyai makna mendalam di kalangan umat Hindu, dalam urusan budi pekerti. Konsep yang bersifat universal ini mengajak kita agar selalu berpikir yang baik (kayika), berkata-kata atau berbicara yang baik (wacika), dan berbuat yang baik (manacika). Tri Kaya Parisuda, bersama dengan konsep-konsep lain yang luhur, telah membentuk insan-insan dengan karakter yang memenuhi persyaratan untuk dapat dipercaya dan diandalkan.

DALAM dua dekade terakhir, telah terjadi pergeseran moral dan mental yang cenderung mengejar kebutuhan-kebutuhan duniawi menggunakan jalan pintas, akibat pembelajaran ke arah yang salah pada zaman pemerintahan yang lalu, sehingga menumbuhkan 'budaya' KKN. Disadari atau tidak, Tri Kaya Parisuda ternyata telah terpinggirkan. Ini dapat dilihat misalnya dari pelajaran budi pekerti yang telah menghilang dari kurikulum di sekolah. Demikian juga dengan hilangnya kebiasaan memberi cerita semacam Tantri sebagai pengantar tidur, seperti yang dilakukan generasi pendahulu kepada anak cucunya, yang sekarang nyaris tak pernah terdengar lagi.

Pembelajaran tersebut ternyata telah meniru cara-cara yang berlaku di zaman kolonial dalam pola hubungan vertikal antara penjajah Belanda, para raja (terutama di Jawa), dan rakyat. Dari atas ke bawah terjadi represi atau penekanan dalam berbagai bentuk secara berjenjang sementara dari bawah ke atas terjadi pemberian upeti dalam berbagai bentuk, juga secara berjenjang. Apakah pergeseran moral dan mental tersebut terjadi secara menyeluruh? Tampaknya tidak. Degradasi moral dan mental justru lebih banyak terjadi pada kalangan elite, termasuk kelompok yang dekat serta ber-KKN dengan kekuasaan.

Pada tingkat grassroot, degradasi moral dan mental justru tidak banyak terjadi. Dengan perkataan lain, konsep Tri Kaya Parisuda masih dipegang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun bila tidak dicermati, degradasi pada kalangan ini pun dapat terjadi, mengingat upaya fundamental dalam membangun kembali budi pekerti belum terlihat secara nyata. Untuk mencegah terjadinya kemungkinan tersebut, Tri Kaya Parisuda perlu diangkat kembali untuk dijadikan pegangan, setelah diperkaya dengan semacam proses revitalisasi dan aktualisasi.

Membentuk Sikap Dasar

Cara berpikir dibentuk oleh pembelajaran dan pengalaman di masa lalu, berkembang menjadi pola-pola tertentu yang kemudian tertanam dalam pikiran bawah sadar. Inilah yang disebut sikap dasar/sikap intrinsik atau mind-set. Sikap dasar/cara berpikir ini menentukan kecenderungan pola seseorang dalam berkata-kata maupun berbuat. Jadi, dalam konsep Tri Kaya Parisuda, berpikir yang baik (kayika) merupakan komponen yang paling penting dan bersifat paling sentral.

Sekarang banyak pemimpin, terutama yang menghendaki terjadinya perubahan ke arah positif, mendorong berbagai upaya untuk mengubah mind-set. Mereka sangat sepakat dengan kaidah yang dilontarkan oleh William James, seorang psikolog terkemuka dari Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa revolusi terbesar generasi sekarang adalah bahwa manusia dapat mengubah aspek ekstrinsik kehidupannya dengan mengubah sikap intrinsik alam pikirannya. Artinya bila seseorang ingin mengubah kehidupannya (misalnya dari menderita menjadi bahagia, dari gagal menjadi sukses, bahkan dari miskin menjadi makmur, dan lain sebagainya), ia harus mulai dengan mengubah cara-cara berpikir yang telah tertanam dalam pikiran bawah sadarnya. Pemanfaatan teknik-teknik dan metode terbaru yang telah membuahkan perubahan-perubahan bermakna dalam skala yang lebih luas, telah menggugah keberanian William James untuk menyebut perubahan tersebut sebagai revolusi terbesar generasi sekarang.

Berpikir yang baik menurut kacamata lama mungkin terbatas pada pengertian seperti berpikir positif, berpikir jernih, bebas dari pikiran kotor, dengki, sirik, dendam, marah dan lain sebagainya. Sekarang, cakupan pengertian tersebut mungkin sudah harus diperluas dengan hal-hal yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam konteks berpikir ada beragam variasi yang dapat digunakan untuk memperkaya pengertian berpikir yang baik tersebut.

Pertama, berpikir dari sudut pandang yang berbeda-beda yang dapat memperluas cara pandang seseorang. Kedua, berpikir berdasarkan fakta menggunakan hukum sebab akibat yang dapat meningkatkan kemampuan dalam melihat berbagai situasi serta memperkirakan berbagai kemungkinan. Ketiga, berpikir secara lateral/kolateral yang dapat mengembangkan kreativitas / daya cipta.

Keempat, berpikir bahwa setiap orang diberi anugerah oleh-Nya berupa potensi yang sama, untuk menjadi apa pun yang mereka benar-benar inginkan di kemudian hari. Kelima, berpikir bahwa di dalam pikiran bawah sadar, tersimpan nalar supra atau inteligensia kreatif yang dapat membantu setiap orang mewujudkan cita-citanya.

Dapatkah hal-hal semacam ini digunakan dalam upaya revitalisasi dan aktualisasi Tri Kaya Parisuda? Pertanyaan yang bersifat masih sangat terbuka ini mungkin mampu menggugah cendekiawan Hindu untuk memberi sumbangan yang lebih besar bagi perkembangan kehidupan dan kesejahteraan umat.

Berbuat Baik untuk Leluhur dan Keturunan

Berbuat Baik untuk Leluhur dan Keturunan

Dasa puuvaanparaan vamsyan
Aatmanam caikavim sakam
Braahmiputrah sukrita krnmoca
Yedenasah pitr rna
(Manawa Dharmasastra III.37).

Maksudnya:
Seorang anak yang lahir dari Brahma Vivaha, jika ia melakukan perbuatan baik akan dapat membebaskan dosa-dosa sepuluh tingkat leluhurnya dan sepuluh tingkat keturunannya dan ia sendiri yang kedua puluh satu.

SLOKA Manawa Dharmasastra ini memiliki makna yang sangat luas. Untuk menyelamatkan leluhur dan keturunan harus dimulai dari melakukan perkawinan dengan cara yang terhormat. Perkawinan Brahma Vivaha adalah jenis perkawinan yang paling terhormat. Di samping dilakukan dengan landasan cinta sama cinta yang juga sangat penting dilakukan dengan pertimbangan kerohanian yang dalam.

Kalau dari perkawinan ini melahirkan putra dan putra itu berperilaku dan berbuat baik maka perbuatan baik itu akan dapat membebaskan dosa-dosa leluhur dan keturunannya, di samping diri sang putra sendiri. Perbuatan baik yang bagaimana dapat menyelamatkan membebaskan leluhur dan keturunan tersebut. Dalam Narada Purana disebutkan nasihat Dewa Yama kepada Raja Bagirata yang ingin membebaskan dosa-dosa leluhurnya yang pernah menghina dan menyiksa Resi Kapila yang sedang bertapa.

Salah satu nasihat Dewa Yama kepada Raja Bagirata adalah dengan jalan melanjutkan cita-cita suci dari leluhur. Cita-cita suci leluhur itu tidak semata-mata melakukan meditasi atau Dewasraya. Tetapi, dengan melakukan perbuatannya nyata seperti menjaga tetap lestarinya Sarwaprani (tumbuh-tumbuhan dan hewan). Menolong mereka yang sedang susah dan menderita. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang memiliki keahlian dan keterampilan. Membangun pasar, tempat peristirahatan, menghormati mereka yang berjasa, dan menegakkan keadilan, serta memelihara tempat pemujaan, dst.

Dengan perbuatan baik itulah leluhur akan bebas dari dosa dan kemudian keturunan mendapatkan keselamatan. Untuk memelihara dan melestarikan tumbuh-tumbuhan dan hewan leluhur umat Hindu di zaman lampau meninggalkan warisan konsep kawasan suci. Kawasan suci itu disebut Alas Angker, Alas Rasmini atau Alas Arum. Salah satu cara melestarikan kawasan suci tersebut dengan membangun tempat pemujaan sederhana dengan areal yang tidak luas. Tempat pemujaan di hutan itu tidak perlu didatangi oleh banyak umat. Umat yang datang ke tempat pemujaan di hutan itu hanyalah orang-orang yang terpilih yang memang benar-benar bertujuan untuk melakukan pemujaan yang tulus. Bukan untuk rekreasi atau untuk mereka yang berkaul yang memohon atau melestarikan jabatan, mohon memenangkan tender proyek dan tujuan-tujuan duniawi lainnya. Karena itu, banyak leluhur kita di masa lampau meninggalkan hutan-hutan yang disebut alas angker. Di Bali banyak hutan yang distatuskan sebagai Alas Angker.

Tetapi, sekarang sudah banyak yang dirusak ditebangi pohon-pohon yang berfungsi sebagai waduk menahan air. Di Pulau Jawa pun masih banyak ada peninggalan Alas Angker seperti misalnya Alas Purwa di Jawa Timur. Alas Purwa ini juga merupakan peninggalan leluhur di masa lampau sebagai Alas Angker.

Arti hutan yang distatuskan sebagai Alas Angker oleh leluhur di masa lampau bertujuan menjaga hutan dengan menstatuskan hutan itu sebagai hutan yang keramat. Hutan yang disebut Alas Angker itu karena tempatnya dikeramatkan. Di sana tentu banyak vibrasi kesucian yang tersembunyi di balik lebatnya pepohonan di hutan tersebut. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki kepekaan rohani akan sangat tertarik untuk datang ke tempat-tempat yang seperti itu. Kita tentunya sangat mengharap siapa pun boleh datang ke hutan yang angker seperti itu, cuma yang perlu dijaga adalah niat suci dan tulus ikhlas. Janganlah datang dengan tujuan untuk rekreasi duniawi atau memanjatkan permohonan yang Rajasika dan Tamasika.

Kalau Alas Angker tidak lagi memancarkan keangkerannya maka orang-orang yang berniat jahat seperti pencuri kayu hutan akan tidak merasa takut datang ke hutan yang sudah merosot keangkerannya. Di sinilah kita tidak melanjutkan konsep Alas Angker yang ditinggalkan oleh leluhur kita. Kalau ini sampai terjadi tinggal kita menunggu balasannya. Balasan itu akan menyengsarakan rakyat seperti hutan gundul, banyak pohon yang tumbang, sumber air menghilang, udara terpolusi, cuaca menjadi makin panas.

Dari alam yang rusak itu manusia tinggal memetik buah penderitaan darinya. Dengan merusak alam seperti itu, leluhur dan keturunan pun tidak akan terbebaskan dari dosa-dosanya. Kita bersyukur kepada umat di Jawa Timur yang makin sadar untuk menjaga keangkeran hutannya seperti umat Hindu di Alas Purwa. Semoga hutan-hutan berserta isinya dijaga dengan cara niskala diikuti dengan cara-cara yang sekala yaitu dengan langkah nyata melestarikan hutan tersebut.

* Ketut Gobyah

Source : Balipost

Perlu Keseimbangan "Sekala" dan "Niskala"

Perlu Keseimbangan "Sekala" dan "Niskala"

Dalam rangka menjaga tatanan agar tetap harmonis -- dalam hal ini kesucian Bali -- sesungguhnya diperlukan keseimbangan langkah sekala dan niskala. Tak dimungkiri, langkah niskala sudah banyak dilakukan umat lewat penyelenggaraan upakara. Tetapi, hendaknya tak cukup berhenti sampai di sana. Perlu dibarengi dengan upaya sekala. Di samping itu, yadnya mesti dipahami bermakna luas. Tak hanya vertikal, tetapi juga horizontal. Apa saja yadnya horizontal itu? Langkah sekala berupa apa mesti dilakukan umat dalam menjaga keharmonisan?

============================

Praktisi pendidikan yang juga pengamat agama Drs. IB Anom, M.Pd. mengatakan sesungguhnya ada sesuatu yang hilang di Bali. Kita telah melupakan nilai tambah yang dimiliki masyarakat Bali. Nilai tambah itu adalah sopan santun, ramah tamah, permisif, toleran, dll. Kini hal itu sudah mulai dilupakan, ujarnya.

Dalam rangka menciptakan tatanan Bali yang harmonis, kata Anom, nilai tambah itu sesungguhnya modal yang utama. Nilai itulah yang mesti dijadikan spirit dalam rangka menjaga keharmonisan dan keajegan Bali.

Dikatakannya, dalam rangka mengharmoniskan tatanan tersebut, secara niskala sudah banyak dilakukan lewat penyelenggaraan ritual -- berbagai upacara. Secara niskala upacara itu bertujuan agar alam mikro (mikrokosmos) dan alam makro (makrokosmos) selalu harmonis. Tetapi, sesungguhnya umat tidak mesti berhenti sampai di sana. Secara sekala perlu ada yadnya-yadnya horizontal dalam rangka memanusiakan manusia Bali.

Yadnya diperlukan dalam rangka mengembalikan sesuatu yang hilang tersebut. Dalam rangka menemukan kembali nilai tambah yang hilang itu diperlukan sentuhan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan elite pemerintahan. Namun, semua tokoh tersebut agar betul-betul dipercaya dan disegani. Lewat pencerahan agama yang diberikan, diharapkan umat sadar dan terpanggil untuk kembali pada nilai-nilai yang sempat menghilang itu.

Di sinilah perlunya keteladanan. Namun, tokoh yang patut digugu dan ditiru jumlahnya amat langka. Tokoh panutan sangat diperlukan dalam konteks ini. Tetapi sayang, jumlah mereka sangat sedikit, katanya.

Dikatakannya, ritual keagamaan dalam rangka mengembalikan keharmonisan jagat raya beserta isinya sangat diperlukan. Namun, hal itu mesti dibarengi dengan langkah sekala, seperti upaya pembenahan-pembenahan sikap mental umat dan langkah-langkah pelestarian alam. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan antara sekala dan niskala.

Karena itu, kata IB Anom, mesti diseimbangkan antara yadnya vertikal dan horizontal. Yadnya vertikal umat sudah tak perlu diragukan, tetapi yadnya ke samping sangat diperlukan agar terjadi keseimbangan.

Banyak Dilakukan

Praktisi pendidikan yang juga Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. Rai S, M.A. mengatakan upaya untuk mengharmoniskan jagat raya beserta isinya sudah banyak dilakukan secara niskala. Namun sesungguhnya, umat tidak berhenti sampai di sana. Perlu ada penghayatan dari tiap-tiap individu umat mengenai makna upacara tersebut. Pemahaman upacara itu penting agar masyarakat paham apa makna di balik simbol upakara tersebut.

Dalam rangka menjaga keharmonisan, sesungguhnya umat cukup bertitik tolak pada konsep Trikaya Parisuda. Dengan melakukan tiga ajaran suci itu, sesungguhnya umat sudah melakukan swadharma dalam menjaga keharmonisan. Berpikir, berkata dan berbuat yang baik, merupakan langkah yang strategis dalam menjaga keharmonisan itu.

Dengan berpikir untuk menjadikan alam ini tetap lestari sudah merupakan upaya menjaga keharmonisan jagat raya. Demikian pula dengan berkata sesuai dengan tata krama bicara -- sehingga menyejukkan -- juga dalam rangka menjaga tatanan sosial tetap harmonis. Ditambah berperilaku atau berbuat sesuai dengan ajaran agama, semuanya akan menjadi klop. Dengan tiga landasan ini diharapkan umat dapat menjaga keharmonisan bhuana agung dan bhuana alit.

Untuk menjaga kehamonisan itu semua pihak mesti memiliki visi dan misi yang searah. Memang kita akui, masing-masing individu memiliki keterbatasan dan kelebihan. Jika umat menjalankan swadharma masing-masing dengan baik dan benar, tentu tak akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama.

Wayan Rai mengibaratkan dalam kegiatan magambel, semua penabuh memiliki tugas masing-masing. Ketika tugas itu dijalankan sesuai dengan aturan tabuh, tentu irama gamelan yang dihasilkan akan baik dan indah didengar. Tetapi, kalau masing-masing menunjukkan keegoan, dengan nepak instrumen gamelan secara sembarangan, irama yang dihasilkan tentu tidak harmonis.

Demikian juga dalam rangka mengajegkan Bali, semua pihak hendaknya memiliki komitmen yang sama. Jika ingin Bali ajeg, aturan mesti diajegkan. Jangan mengaku diri paling pintar, paling jago, dll, katanya.

Ia setuju dengan Anom bahwa antara yadnya vertikal dan horizontal mesti diseimbangkan. Ikut berdana punia dalam peningkatan kualitas SDM umat merupakan yadnya besar. Demikian pula membantu orang yang menderita juga tergolong yadnya horizontal. Tak itu saja, melakukan upaya pelestarian alam juga termasuk yadnya. Jadi, yadnya itu punya arti yang luas. Tak terbatas pada yadnya yang berhubungan dengan upacara atau pembangunan fisik tempat ibadah, ujarnya. Ibarat timbangan, kedua yadnya itu -- sekala dan niskala -- mesti seimbang. (lun)
Source : Balipost

Mencari Kepuasan Hidup

Mencari Kepuasan Hidup

PUNCAK tertinggi pengamalan ajaran Veda menurut Manawa Dharmasastra II.6 adalah mencapai kepuasan Atman. Dalam sloka Manawa Dharmasastra itu disebut dengan istilah Atmanastusti. Kepuasan Atman itu adalah kepuasan rohani yang kedudukannya di atas kepuasan jasmani. Kepuasan Atman itu adalah kepuasan hidup yang tertinggi. Tentunya ada kepuasan sebelumnya yang wajib dicapai terlebih dulu.

Dalam Wrehaspati Tattwa dinyatakan ada dua tahap kepuasan yang seyogianya kita capai secara bertahap dalam hidup ini. dua kepuasan itu adalah Wahyu Tusti dan Adyamika Tusti. Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang kepuasan lahiran atau duniawi. Orang dapat disebut telah mencapai Wahya Tusti atau kepuasan lahiriah apabila telah dapat mencapai lima jenis kepuasan dalam hidupnya di dunia ini.

Lima jenis kepuasan itu adalah Arjana, Raksana, Himsa, Ksaya dan Sangga. Arjana artinya memperoleh penghasilan atau rezeki dengan baik dan benar. Orang akan puas hidupnya apabila ia memiliki penghasilan yang memadai untuk menyelenggarakan kehidupannya secara wajar. Akan lebih puas lagi kalau rezeki yang didapatkannya itu melalui pekerjaan yang benar dan sah tidak melanggar norma-norma hidup. Misalnya, norma agama, kesusilaan, kesopanan maupun norma hukum. Kepuasan tersebut akan bertambah lagi apabila penghasilan yang didapatkannya itu hasil dari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Alangkah senangnya seorang seniman mendapatkan penghasilan yang memadai dari hasil karya seninya. Orang yang senang berdagang terus mendapatkan hasil yang lumayan dari usaha dagangannya. Seorang dokter menjadi dokter karena memang ia berbakat jadi dokter. Kalau dari pekerjaannya sebagai dokter ia memperoleh hasil yang memadai maka hal itu akan memberi kepuasan yang mendalam.

Orang yang mendapatkan hasil dari pekerjaan yang ia senangi, berarti mereka itu telah berhasil memadukan Guna (minat dan bakat) dengan Karma (pekerjaan). Ini artinya mereka itu sudah bisa memperoleh rezeki sesuai dengan varna-nya. Penghasilan yang didapat dari bekerja sesuai dengan minat dan bakat sungguh sangat memuaskan hati. Tetapi itu baru kepuasan lahiriah namanya.

Raksana artinya orang akan puas dalam hidupnya apabila ia dapat menjaga dan menggunakan rezekinya itu secara benar dan tepat. Tidak ada uang yang digunakannya dengan sia-sia. Orang akan sangat puas dalam hidupnya apabila rezekinya itu aman. Semua rezekinya itu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dalam hidup ini. Tidak ada uang rezekinya itu yang dibelanjakan tanpa tujuan yang benar dan tepat sasaran. Apalagi penggunaan rezeki itu bisa dihemat untuk tabungan menghadapi masa depan. Hal ini akan lebih memuaskan lagi hati mereka yang memiliki rezeki tersebut. Raksana berarti mereka dapat membawa diri sehingga mereka dapat menikmati rasa aman dalam mengarungi kehidupan ini.

Himsa maksudnya orang akan puas apabila ia mampu memperoleh makanan sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Mengapa mendapatkan makanan itu disebut himsa. Ini untuk mengingatkan agar muncul kesadaran dalam memperoleh makanan agar berusaha sesedikit mungkin melalui himsa. Misalnya dengan hidup vegetarian. Karena pada kenyataannya bahan makanan manusia itu diperoleh dari tumbuhan dan hewan. Di samping itu himsa juga berarti mencari makanan dengan berusaha semaksimal mungkin tidak dengan menyakiti hati siapa pun. Hal itulah akan memberi kepuasan hati yang luar biasa.

Ksaya artinya melenyapkan. Maksudnya orang akan puas dalam hidupnya kalau ia dapat menghilangkan setiap kesukaran yang muncul dalam kehidupannya. Misalnya kalau sedang sakit ia bisa mengatasi dengan baik sehingga bisa sembuh kembali. Setelah sembuh pasti ia menikmati rasa puas. Punya utang, setelah berusaha ia dapat lunasi dengan baik dan tepat waktu. Setiap menghadapi kesukaran atau ada permasalahan hidup dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Karena dalam hidup ini tidak ada manusia yang bebas sama sekali tanpa menghadapi kesukaran dalam hidupnya. Hidup ini adalah rangkaian persoalan. Kalau satu demi satu persoalan dapat kita atasi dengan baik maka hal itu akan dapat memberi kepuasan hidup.

Sangga artinya persahabatan atau persatuan. Orang akan puas dalam hidupnya apabila ia mendapatkan kasih sayang dari lingkungannya. Apakah itu dari keluarga, tetangga maupun kasih sayang dari lingkungan sosial yang lebih luas. Artinya dalam hubungannya dengan kehidupan sosial tidak memiliki hubungan permusuhan dengan siapa pun. Orang akan merasa puas dalam hidupnya kalau mendapatkan curahan kasih sayang dari lingkungan keluarga dan lingkunan sosial lainnya. Kelima kepuasan itulah yang harus dicapai dalam hidup ini. Namun, kepuasan itu barulah kepuasan jasmaniah atau tahap kepuasan yang disebut Wahya Tusti dalam kitab Wrehaspati Tattwa. Diingatkan dalam Wreshaspati Tattwa bahwa kepuasan tersebut kalau salah caranya memahami, dapat mengikat Atma berputar-putar dalam penjelmaan. Capailah kepuasan itu dengan tidak sampai mengikat diri kita pada ketakutan kehilangan kepuasan tersebut. Karena kepuasan itu sifatnya sementara. Kepuasan tersebut tidak kekal. Ia akan musnah ketika kita tinggalkan dunia sekala ini menuju dunia niskala.
Source : Balipost
Pengendalian Tri Kaya

Sangat menarik untuk disimak dharma wacana seorang sulinggih di depan siswa setingkat SMP yang materinya mengaitkan pengendalian tri kaya (pikiran, perkataan dan perbuatan) dalam hubungan hukum karma.
Dijelaskan ada 12 bentuk pengendalian tri kaya yang bila dirinci masing-masing menjadi 3 hal untuk manah (pikiran), 4 hal untuk wacika (perkataan) dan 3 hal lagi untuk kayika (perbuatan). Seperti misalnya pikiran dengki/irihati, kata-kata kasar dan memfitnah, dan perbuatan tidak senonoh seperti berzinah atau berselingkuh. Semua perilaku ini baik atau buruk tidak terlepas dari hukum karma.

Dikutip isi kitab suci Rig Weda tentang sanksi terhadap pelanggaran moral ini yang tidak bisa dibersihkan atau dicuci dengan cara apa pun, khususnya menyangkut perselingkuhan. Dikatakan bila kelak menitis kembali akan menjadi makhluk yang paling rendah derajatnya.

Ketika disinggung perilaku pacaran di usia yang sangat muda, risikonya kelak bila terlahir kembali akan lahir muda yang belum waktunya. Pada saat itu muncul reaksi suara bergumam dari para anak muda itu, suatu sikap spontan yang seharusnya tidak keluar sekiranya anak-anak itu tahu sesana Hindu di hadapan seorang sulinggih. Sampai beliau berujar, sekiranya apa yang disampaikan itu bohong, berarti kitab suci atau lontar suci itu bohong.

Mungkin konotasi perselingkuhan ini rancu dengan istilah kencan yang oleh beliau disebut pacaran. Padahal ucapan beliau itu benar apabila dibahas dari aspek ilmiah, baik dari ilmu kedokteran maupun ilmu psikologi, bagaimana dampaknya perilaku suami istri pada usia sangat muda atau sering disebut di bawah umur. Dari sudut hukum perkawinan pun dilarang, ada batasan usia 19 tahun.

Timbul pertanyaan, bagaimana pendidikan agama Hindu di tingkat sekolah, khusus aspek etika susila ataupun sesana di hadapan orang yang patut kita hormati, seperti kepada orangtua apalagi di hadapan sulinggih. Dari sudut karmaphala memang demikianlah bunyinya, karena karmaphala berfungsi pencegahan. Dari sisi lain, apabila dosa-dosa yang mahabesar itu telanjur telah diperbuat, ajaran agama Hindu yang sangat universal memberikan suatu terapi, dengan syarat pertobatan lahir batin dengan melakukan tapa brata yoga semadi seperti yang diungkap oleh ajaran Siwaratri.

Drs. I Dewa Ketut Wisnu Putra
Br. Sembung Kangin, Kerambitan, Tabanan

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/1/31/s2.htm

From: "Putra Semarapura"
Date: mei2011